Aturan mengenai pengendalian zat adiktif dalam produk tembakau yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 menarik perhatian publik. Fokus utama dari peraturan ini mencakup penjualan rokok secara eceran, pembatasan iklan rokok, serta peringatan kesehatan yang harus tercantum pada kemasan rokok.
Indah Febrianti, Kepala Biro Hukum Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, menjelaskan bahwa regulasi mengenai penjualan rokok eceran bertujuan untuk mengurangi tingkat konsumsi rokok. Hal ini penting mengingat dampak negatif dari produk tembakau yang dapat mengancam kesehatan masyarakat. Merokok diketahui dapat memicu berbagai masalah pernapasan, termasuk bronkitis kronis, emfisema, dan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Paparan asap rokok yang berkepanjangan dapat merusak jaringan paru-paru dan mengganggu fungsi organ tersebut.
“Pengaturan larangan menjual rokok secara eceran merupakan salah satu langkah untuk mengendalikan dampak buruk tembakau dengan cara menekan tingkat konsumsinya,” ujar Indah di Jakarta.
Regulasi mengenai produk tembakau dan rokok elektronik diatur dalam Bab II Bagian Kedua Puluh Satu tentang Pengamanan Zat Adiktif, Pasal 429 hingga Pasal 463. Pada Pasal 434 ayat (1), disebutkan bahwa penjualan produk tembakau dan rokok elektronik dilarang dalam beberapa kondisi, seperti:
Namun, penjualan melalui situs web atau aplikasi dapat dikecualikan jika terdapat sistem verifikasi umur yang jelas.
Menurut Indah Febrianti, kebijakan ini ditujukan untuk mencegah akses mudah anak-anak dan remaja terhadap produk tembakau. Penjualan rokok secara eceran sangat memungkinkan produk tersebut mudah dijangkau oleh pemula yang masih muda.
Data dari Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 menunjukkan bahwa jumlah perokok aktif di Indonesia mencapai sekitar 70 juta orang, dengan 7,4% di antaranya adalah perokok muda berusia 10-18 tahun. Selain itu, Global Youth Tobacco Survey (GYTS) mencatat bahwa prevalensi perokok di kalangan siswa usia 13-15 tahun mengalami peningkatan dari 18,3% pada 2016 menjadi 19,2% pada 2019.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes, dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid, menyatakan bahwa pengaturan ketat ini diharapkan dapat menurunkan jumlah perokok remaja dan pemula. “Meskipun perubahan perilaku tidak dapat diperoleh secara instan, kami berharap regulasi ini dapat membantu mengurangi prevalensi merokok di kalangan remaja,” katanya.
Dengan demikian, regulasi ini berfungsi untuk mengontrol dan membatasi pengaruh iklan rokok melalui media seperti videotron, sehingga dapat mengurangi tingkat konsumsi produk tembakau di kalangan masyarakat, terutama generasi muda.
Leave a Reply